Kamis, 24 Maret 2011

ALKITAB INFERIOR KARENA INJIL HANYALAH HADIS YANG LEMAH

ALKITAB INFERIOR KARENA INJIL HANYALAH HADIS YANG LEMAH

Perhatikan kritik tajam terhadap Alkitab yang telah dilontarkan dengan panjang lebar, namun inti sarinya adalah seperti di bawah ini: “Berlainan dengan Quran, maka Injil-injil dan Perjanjian Baru hanyalah merupakan hadis-hadis yang lemah (seperti hadis Munqathi, Mu’dhal, Dhaif dan Maudhu’ ) sehingga sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya”. (disarikan dari IQMB hal. 30-
31)

Kritikan begini hanya terjadi dalam pemahaman yang naïf. Ketika kita berbicara tentang Kitab Pewahyuan Tuhan, yang multi dimensi itu, maka kita segera harus bersikap hati-hati bahwa kelemahan-kelemahan yang tampak tidaklah otomatis merupakan kesalahan-kesalahan. Dan kesulitan-kesulitan pemahaman bukanlah otomatis tidak benar. Sebab keterbatasan dimensi kita, yang kini diperhadapkan dengan multi dimensinya Tuhan, maka apa yang kita lihat sebagai “lemah dan sulitnya” aspek Tuhan sangatlah mungkin (dan selalu akan begitu) merupakan “lemah dan sulitnya” kita sendiri dalam pemahamannya! Dengan kearifan demikian kita tidak cepat terjebak dalam “kebenaran” yang dangkal, alias tidak benar.

Secara naïf saja mengilustrasikannya, Yesus dan sejumlah nabi-nabi
pendahuluNya bukankah juga dianggap lemah karena mereka telah “berhasil”
disiksa dan dibunuh oleh manusia-manusia jahat? Namun ternyata kelemahan
ini bukanlah kelemahan atau kekalahan, melainkan justru merupakan kekuatan
Tuhan dalam penggenapan janji dan rencanaNya.

ADA SALAH PAHAM PENTING
Tetapi mereka salah! Alkitab bukanlah Quran dan bukanlah suatu tulisan
ayat per ayat yang setiap kata-katanya didiktekan atau diimlakan secara
langsung dan mutlak dari Tuhan sendiri, yang dipercaya diterima oleh
Muhammad secara final, dalam bahasa Arab yang terang tanpa kesalahan dan
Orang-orang non Kristen, khususnya muslim sering salah paham tentang apa
itu Alkitab. Mereka beranggapan bahwa Alkitab seharusnya sama dengan
Quran berisi kata-kata wahyu langsung dari tuhan 100% tanpa campur tangan
manusia, tanpa cacat, keraguan, kekurangan, dan kelemahan bahasa,
melainkan mutlak sempurna, dalam segala cakupan isi, makna dan
redaksionilnya.
cacat, tanpa keraguan, tidak bengkok, dan tiada pertentangan di dalamnya. *)
Tetapi Alkitab tidak pernah menyatakan dirinya demikian sekalipun ia selalu
merupakan Kitab Yang Benar menunjukkan jalan kebenaran menuju
keselamatan!

Tidak setiap kalimat dalam Alkitab harus berisi Firman Tuhan yang
bersabda langsung, melainkan juga berisi materi periwayatan yang memakai
tangan-tangan manusia untuk merangkumkan apa yang diilhamkan oleh Tuhan
kepada penulisnya. Walau Tuhan dapat menyampaikan firmanNya kepada
manusia secara langsung dan ajaib, seperti Musa mendapatkan tulisan tangan
dari Tuhan sendiri di atas olh batu, namun Ia lebih suka memilih menggunakan
manusia dan latar belakangnya sebagai alatNya. Itu sebabnya loh batu asli
tulisan Tuhan pribadi toh tidak diamankanNya sendiri dari kehilangan atau
pemusnahan. Dan kita hanya mendapat salinannya dari manusia pula.
Sebab kalau hendak dinyatakan secara mutlak, Tuhan bisa saja dengan
gampang (dan seyogyanya demikian!) menurunkan Kitab-kitab langsung melalui
bala tentara malaikat dari langit, disertai pembacaan akbar dari suara Tuhan
sendiri yang menggelegarkan ke seluruh bumi, tidak perlu repot-repot lewat
para nabi yang justru banyak dihina dan dibunuh manusia!
Dan kenapa Jibril dan bala lascar malaikat tidak memberi maklumat Tuhan
langsung saja sekaligus kepada penduduk Mekah secara terbuka, atau bahkan
sekaligus ke seluruh dunia pada waktu yang sama? Kenapa Jibril cuma
menyampaikannya secara tertutup kepada Muhammad seorang saja, dan ini
diteruskan lagi dengan susah payah kepada orang-orang lainnya melewati
*)Sekalipun dipercaya demikian, namun banyak ahli tidak mampu menerangkan
bagaimana hubungan Quran yang dikatakan berisi ayat-ayat bahasa Arab yang
terang itu (QS. 16:103), namun pada waktu yang sama berisi pula ayat-ayat
mutasyaabihaat yang tidak terang(QS.3:7). Bahkan tidak ada orang muslim
yang tahu bahasa Arab apakah yang terdapat dalam huruf-huruf abjad yang
memulai sebagian daripada Surat-surat Al Quran seperti Alif laam miim raa
(Surat 13) atau Kaaf Haa Yaa ’Ain Shaad (Surat 19), dan lain-lain. Tidak
terang dan tidak ada yang tahu apa artinya. Dan tidak terang dan tidak ada
yang tahu kenapa Surat-surat tertentu saja yang dimulai dengan huruf-huruf
tersebut, sementara tidak demikian untuk Surat-surat lainnya.
Ini memberi arti penting kepada kita bahwa Tuhan tidak ingin memilih cara
pendiktean mekanis yang langsung dari Tuhan, yang menyatakan firmanNya
secara mutlak di dunia yang tidak mutlak ini.
begitu banyak perjuangan, hambatan, perang, korban pembunuhan dan kontrapercaya
dari manusia? Bahkan kenapa Jibril, dan bukan Tuhan sendiri yang
langsung menurunkan Quran, padahal Taurat dan Injil kedua-duanya
“diturunkan” Tuhan secara langsung (kepada Musa dan Yesus tanpa perantaraan
malaikat). Kenapa ada beda perlakuan demikian?
Tentu saja Tuhan mempunyai alasan khusus dalam hal ini. Ketika semua
wahyu dimutlakkan Tuhan ke mata dan telinga dan panca indera manusia,
bukankah ini sama halnya seperti memaksa mereka untuk percaya? Tetapi sejak
semula Tuhan tidak merancang manusia dengan memaksakan kehendakNya
sendiri tanpa memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih. Ingat bahwa
Adam dan Hawa adalah manusia yang diberi kebebasan untuk menolak atau
memilih buah pengetahuan di taman Firdaus.
Jadi berbeda dengan Quran yang dianggap merupakan wahyu Allah
langsung dan mutlak sempurna tidak ada keraguan, pertentangan, kekurangan,
kelemahan, kebengkokan yang diimlakan 100% kepada Muhammad via Jibril
tanpa proses manusia, (QS. 85:21-22, 10:37 dan 4:82, 18:1, 39:1-2, dan lainlain)
maka Alkitab sudah sempurna memenuhi persyaratan perlu dan cukup
(necessary and sufficient) dalam menyaksikan KEBENARAN penyampaian
maksud Tuhan untuk memberi hikmat, berkat dan keselamatan bagi manusia.
Bukan kebenaran mutlak kata-kata, ejaan, titik-koma,susunan kalimat, dan
susunan penuturan, sepanjang BERITA KEBENARAN itu benar menurut
ilhamTuhan untuk lingkup penyelamatan umat manusia.
Berita kebenaran Alkitab ini ditulis oleh manusia-manusia yang tetap diberi
peluang untuk menggunakan bakat-bakat dan tipe gaya menulisnya, memakai
bahasa yang dikuasainya, mau tidak mau terkait dengan kultur, kepribadian
serta pengalamannya, namun semuanya relah dituntun oleh Roh Tuhan yang
menghasilkan suatu Firman Tuhan yang benar, perlu dan cukup dalam
keterbatasan kata-kata manusia.

Kebenaran Alkitab sebagai Firman yang menyelamatkan umat manusia ini
dapat dianalogikan dengan bahtera nabi Nuh yang didesign dan
dispesifikasikan oleh Tuhan (untuk menyelamatkan makhluk ciptaanNya)
dengan benar tanpa kekurangan atau kesalahan. Namun pelaksanaan
pembangunannya dilakukan oleh manusia Nuh yang tidak sempurna dalam
keahlian dan pengetahuan pertukangan serta workmanshipnya, bagi
sebuah kapal raksasa yang belum pernah dikenal dalam peradabannya.
Apalagi dengan memakai perkakas/peralatan ultra primitive pada masanya.
Secara sains dan teknologi modern, pastilah bahtera tersebut bisa dicari
untuk dikritik dalam segi-segi kekurangannya, kesalahannya, ketidakefisien-
nya, aneh-aneh sambungan dan lekukannya, bahkan segi kedap
airnya yang mungkin tidak 100% water tight! Namun siapakah yang bisa
menolak bahwa secara lingkup maksud Tuhan, bahtera Nuh adalah sungguh
sempurna dan benar untuk misi penyelamatan yang diinginkan oleh Tuhan
sendiri.

Pengkritik mungkin kurang menyadari bahwa untuk menurunkan sebuah
Quran, Allah bukan hanya berurusan dengan Jibril, Muhammad, dan bahasa
Arab, tetapi juga berurusan dengan ruang dan waktu dan kebudayaan setempat.
Dan Firman Tuhan yang diturunkan ke dunia ini tetap konsisten tidak ingin
mengingkari pembatas-pembatas tersebut dengan “menaklukkan” ruang
(terbatas pada Mekah dan Madinah) dan waktu (memerlukan waktu 23 tahun),
sekalipun Firman sendiri tidak tunduk pada ruang dan waktu!
Dan ini analog dengan keilahian Yesus yang semourna di dalam tubuhNya
yang tidak sempurna, yang fana dan “lemah” (bisa lapar, haus, letih, terharu,
sedih, menangis, marah dan sebagainya). Tetapi apa yang tadinya kita anggap
sebagai “kelemahan” justru tidak mengubah kebenaran Tuhan sama sekali,
melainkan “kelemahan” tersebut berfungsi untuk mengintimkan hubungan
Tuhan Yesus dengan ciptaanNya di dunia yang tidak sempurna ini. Yesus sempat
dicap oleh orang-orang Yahudi yang sinis sebagai “sahabat pemungut cukai dan
orang berdosa” (Mat. 11:19). Namun Yesus menjawab:
“Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa,
supaya mereka bertobat” (Luk. 5:30-32)

Jadi bagi Tuhan, Firman Tuhan yang diturunkan dalam bentuk dan suasana
yang dianggap (oleh orang-orang congkak) sebagai “kelemahan dan
kekurangan” justru tetap mampu menelurkan Alkitab yang benar dan yang
menyelamatkan! Selalulah ingat bahwa segala kekurangan yang nampak,
kelemahan yang dikira kebodohan dan dioloki, dan ketidak sempurnaan yang
disesali oleh para ahli Kitab terhadap Yesus, sama sekali tidaklah mengurangi
dan meniadakan kebenaran ajaran Yesus yang selalu benar!
Alkitab bukanlah wahyu bersifat mutlak mekanis
Tuhan bisa tetapi tidak mau berfirman “Jadilah Alkitab!”, lalu terjadilah sebuah
Kitab Hakiki Tuhan yang mengatasi ruang dan waktu dan mutlak karya Tuhan
sendiri. Namun Tuhan tidak merasa perlu memutlakkan perwujudan firman di
dunia ini secara non-duniawi! Dan sekalipun Tuhan menurunkan firmanNya
dalam ujud yang “terkondisi” dengan dan “tunduk” pada keterbatasan unsur
manusia, bahasa, ruang dan waktu dan kebudayaan duniawi, namun Tuhan
tetap mampu menampilkan AlkitabNya yang sama benar dan sempurnanya
seperti kesempurnaan bahtera Nuh dalam lingkup penyelamatan umat
manusia secara benar dan pasti.

BAHASA MURNI SEMPURNA DI MATA TUHAN!
Shorter Encyclopedia of Islam halaman 276 mengutarakan sebagai berikut:
“Bagi orang-orang Muslim, kesempurnaan absolute pengutaraan bahasa di
dalam Quran adalah dogma yang tidak bisa diganggu gugat”
Itu sebabnya kita melihat bahwa Terjemahan Al Quran tidak pernah
dianggap final karena tidak pernah ada Al Quran diluar bahasa Arab. Kita bahkan
menyaksikan betapa kontroversinya pro dan kontra terhadap terjemahan Al
Quran yang ditulis seorang sastrawan dalam corak puisi Indonesia. Persoalanpersoalan
begini akan terus hidup dan berlanjut ketika kita ingin
memberlakukan pemrosesan manusia terhadap sebuah Maha Karya yang
dipercaya sebagai karya mekanis yang mutlak sempurna terusan langsung dari
Allah tanpa melewati proses manusia. Persoalan-persoalan tidak akan berhenti
ketika manusia ingin mencakupi suatu hakekat yang tidak terbatas dengan
bahasa (dan tuang dan waktu) yang terbatas. Dalam keterbatasan bahasa dan
cakupan ilmunya, manusia akan tampak seolah melakukan sejenis “korupsi”
Surat-surat Allah ketika ia berusaha untuk mengolahnya atau
menterjemahkannya sesuai dengan pengetahuan dan pengertiannya.

ALKITAB YANG KORUP
Tuhan tidak merumuskan bahwa wahyu yang “mutlak mekanis” harus
menjadi prasyarat bagi kebenaran. Sebab bila itu yang diprasyaratkan, maka
tidak ada satupun Kitab suci yang lulus kecuali yang terjadi di dunia atas satu
firman: “JADILAH!”.

Oleh sebab itu, setiap Kitab (fisik) yang terjadi di luar firman “JADILAH”,
haruslah menerima kenyataan bahwa ia juga adalah “produk yang tidak asli”
dalam skala kemutlakan dimensi Tuhan, karena dimensi Tuhan tidak mungkin
tercakup oleh bahasa, ruang, waktu dan penyampaian manusia. Bahkan istilah
“korup” pun sesungguhnya tidak eksis dalam absolutism Tuhan, karena
absolutism hanya memberi 2 pilihan ekstrim tanpa ruang antara: mutlak benar
(TRUE) atau mutlak salah/palsu (FALSE). Walau hanya 1 huruf yang terkorup,
tetap ia FALSE keseluruhannya sebab Tuhan tidak bisa menanggung salah yang
semikron pun!
Ada contoh yang konyol, tetapi cukup menerangi keterbatasan bahasa kita.
Yaitu satu pertanyaan yang absurd: “Bisakah Tuhan yang mahakuasa
menciptakan sebuah batu besi yang begitu besar dan berat, sedemikian
sehingga Tuhan tidak sanggup memukulnya?”
Jelas jawaban terhadap pertanyaan ini adalah kontradiktif dalam lingkup
ciptaan kita sendiri di dunia yang terbatas.. sebab bila Tuhan benar Mahakuasa
maka benar Ia sanggup menghadirkan batu tersebut. Tetapi tatkala batu ajaib
itu tercipta, maka Tuhan pun serentak menjadi Tuhan yang tidak Mahakuasa lagi
karena Ia tidak sanggup memikulnya! Jadi manusia dalam penjabaran yang
bodoh dan naïf akan menarik kesimpulan bahwa tidak pernah ada Tuhan yang
benar-benar Maha Kuasa!
Itulah keterbatasan sifat-sifat dan cakupan bahasa kita. Itu pula sebabnya
orang-orang Kristen tidak pernah percaya bahwa di dunia ini bisa dihasilkan satu
Kitab yang maha sempurna dalam totalitas bahasanya. Beberapa keterbatasan
yang utama dibicarakan di sini.

SATU: KONTRADIKSI INTRINSIK
Para ahli filsafat matematik mengetahui dengan persis bahwa bahasa dunia
adalah bahasa yang terbatas, tidak peduli itu bahasa Ibrani, Yunani, Arab, Cina,
Inggris atau apapun. Di dalamnya terkandung keterbatasan dan kontradiksi diri.
Salah satu contoh peragaan tentang kontradiksi intrinsic ini terkenal dengan
sebutan “Viking, the liar”, dalam kalimat yang terkenal: “seorang Viking berkata
bahwa “Semua orang Viking adalah pembohong”. Bagi orang-orang biasa,
mereka akan berkomentar bahwa bego-lah si Viking yang menelanjangi dirinya
sendiri. Tetapi bagi para ahli matematisi dan linguistik, hal ini mencerminkan
satu kenyataan bahwa bahasa dunia seperti apa yang kita pakai berkomunikasi
sehari-hari adalah bahasa yang tidak sempurna untuk menerangkan segala
sesuatu. Di dalamnya ada kontradiksi intrinsic, sehingga kalimat di atas menjadi
tidak mempunyai makna apapun karena anak kalimat dan induk kalimatnya
saling meng-offset (meniadakan).

DUA: CAKUPAN BAHASA
Bagaimanapun, ilmu bahasa dunia tidak mampu mencakup bahasa Tuhan.
Malahan secara elementer dapat diperlihatkan ketidak-sempurnaan ayat-ayat
Kitab Suci manapun bila dihadapkan pada konstruksi kalimat-kalimat tertentu.
Ambil contoh kalimat: “Allah itu MahaKaya lagi MahaTerpuji” atau “Kasih itu
panjang sabar”. Kita terbiasa dengan pengertian kalimat-kalimat tersebut
sehingga keduanya dianggap benar sekali. Namun kebenaran absolute
sebenarnya tidak ada pada kalimat-kalimat tersebut. Sebab analoginya adalah
“Binatang itu kera” padahal binatang itu bukan hanya kera. Setiap kalimat
bahasa dunia yang dimulai dengan “Tuhan adalah..” sesungguhnya sudah
menyalahi kebenaran absolute yang mekanis, sebab Tuhan tidak bisa menjadi
“subset” dari sebuah set yang finite (terbatas). Tuhan dalam keabsolutanNya
bukanlah berkadar apapun dan siapapun yang mampu Anda sebutkan dalam
bahasa dunia.

Itu sebabnya nama hakiki Tuhan yang kepunyaan Tuhan sendiri juga tidak
diwahyukan Tuhan karena memang tidak bisa dicakupkan oleh bahasa dunia.
Bahkan gelar Tuhan disebutkan ada 99 nama, namun pastilah tidak juga
mencakup totalitas dari hakekat yang haknya Tuhan! Sekali Tuhan memilih
memakai bahasa, ruang, dan waktu dunia yang terbatas dan nisbi (dan hanya
itu saja!), maka terbatas dan nisbi pula manusia dalam menerima penyataan
dan pengungkapan Diri dan HakekatNya yang mutlak dan tidak terbatas itu. Itu
sebabnya baik dalam Quran maupun Alkitab sering dijumpai kisah-kisah
perumpamaan yang dimaksudkan untuk menyempurnakan pemahaman
pengungkapannya. (Misalnya saja ungkapan tentang hakekat surga yang toh tak
akan sempurna).

Namun seperti yang kita ketahui, tidak ada satu perumpamaanpun yang
100% bisa menyamakan apa yang diumpamakan dalam segala dimensinya.
Dengan demikian terjadilah apa yang disebut “ketidak-sempurnaan membantu
ketidak-sempurnaan, menghasilkan ketidak-sempurnaan”.
Sebab tanpa pendampingan tersebut (artinya apabila Hadis dibuang semua
sama sekali karena terdapat sejumlah “kelemahan-kelemahan manusia” yang
disadari kaum muslim) maka Muhammad dan kesejarahan Islam yang begitu
penting tidaklah bisa dimengerti dalam banyak hal, seperti halnya bagaimana
wahyu pertama diturunkan, bagaimana biasanya Muhammad berpuasa atau
bermeditasi di gua, atau jumlah rakaat dalam setiap shalat, atau bagaimana
peperangan di Madina dan lain-lain.

Jadi alih-alih Alkitab dikecam dikecam sebagai memuat “kekurangankekurangan”
dalam pelbagai segi-segi ilmu bahasa dan cara periwayatan yang
“kalah sempurna”, maka justru ia memperlihatkan karya Tuhan yang konsisten
memakai unsur-unsur duniawi yang terbatas dan nisbi, namun justru telah
dituntun oleh Tuhan untuk memberi kemutlakan misiNya dalam pemberitaan
yang benar bagi penyelamatan manusia.

Alkitab sebagai tulisan yang diilhamkan Tuhan lewat keterbatasan media
dan catatan manusia, telah memberitakan hasil akhirnya, yaitu kebenaranNya.
Semuanya konsisten memakai unsur-unsur manusia yang tidak sempurna, tidak
lengkap, dan terbatas, namun , sekali lagi NAMUN menunjukkan bahwa Alkitab
adalah ilham Tuhan yang dinyatakan secara manusiawi, disampaikan secara
cukup, perlu dan benar dalam perannya untuk menyelamatkan manusia yang
percaya (agar manusia beroleh selamat/hidup). Dan ini dikonfirmasi sendiri oleh
Alkitab:
Yang sempurnapun harus didampingi yang tidak sempurna
Malahan sekalipun Quran dipercaya sebagai karya dan wahyu murni
sempurna dari ilahi, namun keberadaan dan kelengkapan Quran pun harus
didampingi oleh Hadis yang merupakan buah tangan manusia yang tidak
sempurna.

“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan muridmuridNya,
yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang
tercantum disini telah dicatat supaya kamu percaya bahwa Yesuslah
(benar) Mesias, Anak Tuhan, dan supaya kamu oleh imanmu (benar)
memperoleh hidup dalam namaNya” (Yohanes 20:30).
Alangkah jelasnya bahwa Tuhan tidak memaksakan pernyataan keilahian-
Nya di dunia ini secara mutlak, mekanis dan “total” menyeluruh dalam segala
bentuk dan dimensi, melainkan mencukupkan kesaksian akan kebenaran Ilahi
dan jalan keselamatanNya dalam relativitas keterbatasan manusia di bumi ini.
Tuhan tidak menuntut kita mengetahui semua, tetapi menginginkan kita untuk
percaya kepadaNya (Yohanes 13:17).

TIGA: DE-GENERASI DAN EVOLUSI BAHASA
Masih ada satu argument penting, yaitu mengenai bahasa dunia yang toh
bergeser atau berubah menurut waktu. Ini adalah hal yang tidak terhindarkan,
yang mana telah menambah bukti tentang proses ketidaksempurnaan kitabkitab
yang ada di dunia. Pakar linguistik modern, Prof. Ferdinand Saussure
mengatakan:
“Bahasa mengalami de-generasi ataupun evolusi dibawah pengaruh unsurunsur
suara maupun arti. Evolusi ini tak terhindarkan, dan tidak ada satu
contohpun dimana suatu bahasa tidak mengalaminya. Pada suatu akhir dari
kurun waktu tertentu, toh dapat kita mempertontonkan perubahaperubahan
tersebut.”

Apa misalnya untuk bahasa Indonesia? Ada banyak. Ambil contoh istilah
jajan. Dulu hanya diartikan sebagai belanja panganan di kedai atau yang
Alkitab itu kesaksian tentang Tuhan yang berfirman
Tuhan tidak memaksakan suatu wahyu mekanis proses surgawi purna ilahi
bagi Alkitab yang menelan “sifat manusiawi”nya manusia. Bagaimanapun,
Firman Tuhan sendiri tidak akan tercakup dalam Kitab dunia manapun*). Itu
sebabnya, walau secara pengertian umum kita mengatakan “Alkitab adalah
Firman Tuhan”, namun secara teologis kita cenderung menyebutkan bahwa
“Alkitab adalah kesaksian mengenai TUHAN YANG BERFIRMAN”.
*) Itu sebabnya Injil tidak pernah mengklaim dirinya mempunyai ayat
pertama dan ayat terakhir. “Jikalau semuanya itu harus dicatatkan satu
persatu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang
harus ditulis itu” (Yohanes 21:25). Dan kenyataan ini berbeda dengan
Quran yang memiliki wahyu awal dan akhir, namun toh urutan kronologis
pewahyuan tidak dijadikan acuannya.
dijajakan orang berkeliling. Biasanya pembelian dilaksanakan tanpa rencana
khusus, melainkan atas desakan impulsive. Kini bergeser artinya menuju kepada
“makanan kecil di luar makanan utama”, ataupun pembelian itu sendiri.
Contoh lain:
Pasar. Dulu dibahasakan orang hanya untuk tempat (fisik) jual beli barangbarang
konsumsi tiap-tiap hari. Kini untuk barang dan jasa apa saja, tidak
terbatas pada tempat fisik, sepanjang ada kandungan agregat dari
kebutuhan-kebutuhan manusia.
Sayur. Dulu untuk masakan-masakan (dishes) dan vegetables. Kini hanya untuk
vegetables (tanaman)
Jalan-jalan. Dulu jalan kaki untuk santai jarak dekat, makan angin. Kini untuk
going out, plesiran keluar, pakai apa saja, bisa jarak jauh.
“Aku cinta padamu”. Dulu diucapkan sebagai ekspresi kasih saying yang
mendalam terhadap pasangan. Kini terkonotasi denagn
cinta diri dan seksualitas, karena berarti “aku
membutuhkanmu”.

EMPAT: META-MESSAGE
Akhirnya bukan hanya evolusi etimologis yang terjadi, namun juga metamessage
(pesan “tersirat”) akan memberikan perkayaan atau setidak-tidaknya
beda kedalaman dan impact penghayatan atas makna bahasa yang kita pakai
sehari-hari. Contoh gampangnya, sebuah Kitab Suci akan berbeda kedalaman,
atau menyiratkan “pesan” tambahan, nuansa dan pengertiannya tatkala kita
misalnya membacanya ulang yang kedua dibandingkan dengan pembacaan
pertama. Ini juga turut membuktikan relatifnya tulisan-tulisan atau ayat-ayat
yang ada di Kitab Suci bagi manusia. Sehingga kesempurnaan bahasa apapun
tidaklah akan memberitakan makna kebenaran yang final kepada manusia
apabila tidak dibantu dengan penerangan Roh Kudus.
Sebab pada akhirnya penghayatan mental kita bekerja dalam abstraksi
gambar-gambar (mental picture), bukan dalam kata-kata tekstual bahasa. Dan
abstraksi gambar-gambar inilah yang turut mencernakan pula meta-message
yang mendapatkan finalisasi kebenaran dari Roh Kudus (Rm 8:26) bukan
“Ia (Tuhan Bapa) memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk
mengenal Dia dengan benar” (Efesus 1”17)
“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke
dalam seluruh kebenaran” (Yohanes 16:13)
dihasilkan manusia lewat format-format semantik, konstruksi dan fungsionalisasi
kata-kata tanpa Roh.
Semuanya ini cukup meyakinkan orang bahwa Alkitab yang diilhami Tuhan
dengan Roh KudusNya, yang tidak mendasarkan dirinya pada ayat-ayat mekanis
yang absolute “bahasa Tuhan” (yang toh meminjam bahasa dunia yang
terbatas, lemah dan berubah) adalah Alkitab yang justru akan menyatakan
kebenaran finalnya di atas keterbatasan bahasa dunia jikalau Roh Kudus
menuntun kita untuk masuk dalam kebenaran. Alkitab hasil dari pengilhaman
Tuhan itu bukanlah kumpulan ayat-ayat aksara, melainkan kata-kata hidup yang
oleh Roh Tuhan sendiri akan dibukakan secara BENAR SEMPURNA kepada mata
batin kita untuk berelasi dengan diriNya, bukan berelasi dengan ayat-ayat yang
bisa dibaca, ditafsir dan dimengerti secara kurang, bahkan salah!
Kita kemukakan dua buah contoh, yang satu dari penulis, yang lain dari
Alkitab:
a. Dua orang yang menyesal atas dosanya misalnya, tercatat dalam Alkitab
sedang mengutarakan permintaan ampunnya kepada Tuhan dengan dua
cara yang berbeda sekali dalam aksara. Yang satu berseru dalam aksara
yang kacau: “CELAKA, TUHAN...TOLONG!”. yang lain tercatat dalam aksara
yang rapid an “sempurna”: “Hamba ini sungguh berdosa, maka mohon
kiranya ampunilah segala dosaku, ya Tuhanku”. Dalam hal ini hanya karya
Roh Kudus yang mampu memfinalkan pengertian kita sebagai
pembaca/pendengar terhadap beda intensitas dan meta-message
keremukan hati mereka, dan bukan didasarkan pada ujud-ujud aksara
semata.
b. Dua bersaudara, Marta dan Maria, sama-sama mengucapkan satu kalimat
“penyesalan” yang sama persis kepada Yesus ketia Ia “gagal” datang lebih
awal untuk mencegah kematian Lazarus: “Tuhan sekiranya Engkau ada
di sini, saudaraku (Lazarus) pasti tidak mati” (Yoh. 11:21 dengan 32).
Aksara yang persis sama yang keluar dari dua hati yang berbeda pancaran
meta-message-nya telah ditangkap kehakikiannya oleh Yesus dengan cara
yang mengimbangi. Aksara yang satu (Marta) lebih memberitakan
kurangnya pemahaman dan iman terhadap kuasa kebangkitan Yesus, dan
aksara yang lain (Maria) lebih memberitakan suatu ratapan dan kehancuran
hati. Itu sebabnya Yesus menjawab dengan menerangkan kepada Marta
tentang azas “Kebangkitan dan Hidup” yang ada pada diriNya, dan kepada
Maria, Yesus menjawab dengan meratapi “keremukan” perasaanNya.
Dengan demikian, sampailah kita kepada masalah inti, yaitu ketika
pengkritik mengakui bahwa Kitab Suci adalah Kalimat-kalimat wahyu yang
“dimasukkan” oleh Tuhan ke dalam “sekumpulan aksara”, maka seharusnya pula
mereka percaya bahwa “kumpulan aksara” ini perlu “dikeluarkan” oleh Tuhan
(Roh Kudus) sendiri agar menjadikannya hidup, sepenuh-penuh makna dan
membuka kebenaran batin bagi para pembacanya yang mau mencari
kebenaranNya. Itu sebabnya Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang
walau mengerti Abraham, namun tidak mengerti ”bahasa Abraham”:
“Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu?” (Yoh. 8:43)
Bahkan Petrus cs, yang walau terus menerus telah mengikuti dan diajari
Yesus, namun tetap tidak mengerti Injil sebelum Yesus sendiri membukakan
pikiran mereka (Luk 24:44-45).
Tepat Bishop V.S Azariah berkata, “We need divine illumination to have a
right judgement on all things”. Ketika Roh Tuhan tidak turut bekerja, ketika
penerangan ilahi tidak turut ambil bagian, maka sekumpulan aksara-aksara itu
paling-paling menghasilkan suatu kitab etika belaka, bukan suatu Kitab Kudus,
yang Hidup dan benar dengan Kuasa RToh Kudus.

KEUNTUNGAN BAGI ORANG KECIL
Kalau tidak demikian adanya, maka binasalah orang-orang kecil yang
ekstra tolol, yang buta aksara, yang buta matanya, yang tuli, dan lain-lain.
Karena hanya bisa terbatas sekali membaca atau mendengar atau memahami
kisah-kisah penyelamatan Yesus sepotong di sana dan sepotong di sini secara
tidak memadai, jauh dari sempurna dan mengerti secara utuh, sehingga apa
yang disebut penyampaian kebenaran teks Tuhan yang “asli” dan “mutlak”,
tidaklah mungkin terjangkau oleh otaknya. Tapi syukur bahwa Tuhan juga
menyelamatkan orang-orang demikian berdasarkan imannya, bukan karena
pengertiannya yang utuh tentang kumpulan aksara atau pernik-pernik A, B, C
,D-nya Tuhan.
Alkitab memberi banyak contoh-contoh keselamatan bagi sejumlah besar
pria dan wanita (seperti para penyandang cacat seumur hidup, penyamun,
perempuan-perempuan pelacur, orang-orang tua renta, atau kanak-kanak kecil,
dan lain-lain), walau mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
nabi-nabi, Tuhan, atau Yesus, dan ajaran-ajaranNya.
Lihat perempuan sundal Rahab tidak turut binasa bersama-sama dengan
orang-orang durhaka, karena ia beriman kepada Tuhan menyambut orang-orang
pengintai dari Yosua, walau si pelacur ini hanya mengenal sedikit-sedikit tentang
Tuhan (Yos 2:9 dan Ibr 11:31).
Firman adalah jalan, kebenaran dan hidup
Jadi “kekurangan” yang tampak tidaklah meniadakan kebenaran yang
dihidupkan Tuhan. “Ketidak-sempurnaan” bukanlah kesalahan. Dan ketidakmengertian
secara utuh, tidaklah meniadakan jalan keselamatan, karena
dunia – tanpa penerangan Roh Tuhan – memang tidak sanggup menampung
kebenaran ilahi. Zat san kodrat alam selalu diliputi oleh keterbatasannya
sendiri!
Lihat penyamun yang tersalib di samping Yesus. Dia hanya mengenal dunia
kejahatan dan bukan ajaran Yesus. Namun Tuhan menghidupkan aksara-aksara
Surgawi dari dalam hatinya sehingga mampu “membaca Injil”, yaitu memahami
Yesus sebagai suatu Pribadi Juru Selamatnya. Ia berkata: “… orang ini (Yesus)
tidak berbuat yang salah … Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang
sebagai Raja” (Luk 23:41, 42).

Dibenarkan karena iman, bukan Taurat
Bahkan kendati ada moyang kita yang hidup sebelum ada aksara dan sebelum hukum Taurat diberikan kepada Musa, namun Tuhan yang menghidupkan FirmanNya dalam hati Nuh, Abraham, dan lain-lain. Tetaplah menghisapkan keluarga mereka sebagai orang-orang yang beriman, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Rm 4:3).

Namun tentu saja ini tidak berarti bahwa pengetahuan dan pengenalan Alkitab tidak diperlukan. Tuhan ingin domba-dombaNya (umatNya) mengenali gembala dan medengar suaraNya (Yoh 10:14, 16). Dan Tuhan memang menjanjikan berkat kepada kita-kita yang mengenal Tuhan Yesus dan firman Alkitabnya:
“… engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaik kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim 3:15, 16).

Berita kebenaran memang bisa diintroduksikan Tuhan dengan pelbagai cara. Ada cara dengan penyampaian langsung kepada nabiNya (seperti halnya dengan 10 Hukum Tuhan kepada Musa). Atau lewat para malaikat Tuhan. Tetapi bisa pula Tuhan berbicara lewat pengilhaman atau mimpi. Dan yang paling umum ialah lewat para nabiNya berikut latar belakang, pengalaman, pendidikan, penyelidikannya untuk mencatatkan pesan dan maksud Tuhan dengan memakai bahasa yang dikuasai penulis, walau secara intrinsik adalah terbatas dan lemah.

Jadi, para pembaca sekalian,

Pernyataan ini Alkitab bukanlah terpaku pada caranya, melainkan pada hasil pengilhaman Tuhan, dimana Tuhan menuntun proses penyataannya sehingga hasil penulisannya menjadi berita kebenaran yang mendapatkan otoritas dan kuasa yang datangnya dari Tuhan. Dan kuasa ini dapat kita alami secara pribadi tatkala kita membaca Alkitab untuk mencari berita kebenaran, dan berita baik (karena Perjanjian Baru berarti Kabar baik) dan bukan mencari-cari kata, ejaan, susunan, konstruksi dan lain-lain yang dimutlakkan harus benar. Kita bukan saja akan merasakan kuasa Alkitab, tetapi juga akan mengalami pelepasan dan perasaan sublime yang mulia.

Ilham pribadi lepas pribadi
Itu sebabnya Dr. Moody, salah satu penginjil Amerika yang terbesar, ketika ditanyai dari mana ia tahu bahwa Alkitab adalah pengilhaman Tuhan, iapun menjawab dengan ringkas dan mantab: “Saya tahu Alkitab itu pengilhaman Tuhan, karena ia telah mengilhami saya!”.

2 komentar:

  1. Tentu saja amat sangat inferior karena dicampur adukkan mana wahyu, modifikasi, suratan manusia dan yg lebih parah, eliminasi perintah Tuhan oleh manusia terutama Paulus. Bahkan pendapat pribadi Paulus disejajarkan dg wahyu Tuhan dan yg layak diamalkan. Contohnya

    1 Kor 7:12 Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia.

    BalasHapus
  2. Penangkapan manusia tentang keberadaan Tuhan pastilah sangat terbatas. Ditambah dengan keterbatasannya sebagai manusia, manusia juga mengalami keterbatasan utk mewartakan hakekat Tuhan kepada manusia lain. Namun, Tuhan yang Maha Sempurna sendirilah yang dengan Kasih-Nya menyempurkanakan pemahaman manusia mengenai diri-Nya.

    BalasHapus