Jumat, 11 Maret 2011

ALKITAB INFERIOR KARENA IA TIDAK DIAMANKAN DARI KEHILANGAN DAN KONTRADIKSI

ALKITAB INFERIOR KARENA IA TIDAK DIAMANKAN DARI
KEHILANGAN DAN KONTRADIKSI


Ada lagi model kritikan yang umum dilakukan terhadap Injil, yaitu dengan mengkonfrontasikan hakekat atau karya Tuhan dengan kata tantangan “JIKALAU”, misalnya oleh Dr. M. Ali AL-Khuli (KTIA hal 92):
“Jikalau memang benar Tuhan menjadikan Injil sebagai KitabNya yang terakhir, pasti Dia akan menjaganya dari kehilangan dan perselisihan-perselisihan”

Orang-orang arif malahan menjadi tersenyum menghadapi kecaman demikian. Soalnya kritik ini akan persis “men-jikalaukan” hal yang sama terhadap Kitab Suci yang dipunyai pengkritik:
“Jikalau memang benar Tuhan menjadikan Quran sebagai KitabNya dengan Wahyu terakhir pasti Dia akan menjaganya dari perselisihan-perselisihannya dengan wahyu-wahyu Tuhan terdahulu, Taurat dan Injil, yang kedua-duanya telah dibenarkan oleh Quran sendiri.

Kenapa Taurat dan Injil harus dijaga Allah? Alasannya banyak! Namun antara lain tercermin pada QS Yunus 10:94.
“Maka jika engkau (Muhammad) dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakan-lah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum engkau. Sungguh telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang ragu”.

Jikalau Alkitab itu ditetapkan Allah menjadi sumber rujukan tatkala Muhammad dalam keragu-raguan, maka pasti Alkitab tersebut akan dijaga Tuhan dari pencemaran-pemcemaran. Alasan lain adalah kenyataan bahwa Allah tidak membeda-bedakan Rasul-rasulNya dan apa-apa yang diturunkan kepada Musa, Isa dan lain-lain nabi Tuhan (QS 2:136). Malahan memperingati dengan keras orang-orang yang mengingkarinya sebagai “Kafir yang telah sesat sejauh-jauhnya” (QS 4:136).

Semuanya tentu tak luput dari kenyataan bahwa Quran sesungguhnya termasuk dalam induk Alkitab (lauhul mahfuz) di sisi “Allah” (Surat Az Zukhruf 4). Maka apabila tuduhan pengkritik benar bahwa Injil “Hakiki” telah hilang dan yang ada sekarang ini adalah yang palsu, maka tentulah mereka telah menghina Allah yang dianggap tidak mampu menjaga perselisihan dan kehilangan terhadap Kalimat-kalimatNya. Untunglah Quran tidak pernah mengatakan “Injil sejati telah hilang”, malahan sebaliknya Quran membenarkan Injil dan menyuruh orang-orang mulmin untuk mengimaninya.

Harus mengimani sebuah kitab yang korup atau yang terhilang?
Ini sesuatu yang serius, sebab setiap orang harus tahu mengapa Allah memerintah kaum muslim untuk percaya atas sebuah Kitab yang dikorup? Dan jikalau pengkritik tetap berdalih mengatakan bahwa Injil yang dimaksud telah hilang, maka ia tetap harus menjawab mengapa Allah yang Maha Tahu memerintahkan kaum Muslim untuk percaya atas sebuah KitabNya yang
message-nya sudah hilang (atau segera akan hilang). Malahan memerintahkan Muhammad untuk menanyakan kepada orang-orang yang membacanya?!

MUNGKINKAH INJIL DOKTRINAL HILANG?
Tuduhan Dr. Ali Al-Khuli sungguh tidak mencapai sasaran apapun kecuali ia sekarang harus menjawab secara obyektif akibat serius yang timbul sehubungan dengan tuduhannya yang sebegitu serius pula. Apabila benar tuduhannya tentulah harus ada jawaban yang logis dan teruji atas konsekuensi dari tuduhan tersebut, antara lain yang utama adalah sebagai berikut:

1. Tidak Mungkin Injil Doktrinal Versus Injil Hakiki
Naskah-naskah Perjanjian Baru yang asli memang tidak kita miliki. Namun kita mempunyai salinan-salinannya yang tidak mungkin berbeda, paling tidak secara doktrinal*), terhadap naskah asli mengingat ada puluhan (atau ratusan) ribu saksi-saksi hidup yang telah menjadi pengikut Kristus di akhir abad pertama dan awal abad kedua. (lihat uraian selanjutnya). Diperkirakan ada ribuan diantaranya yang merupakan saksi-saksi yang mendengan Injil secara langsung dari murid-murid Yesus sendiri.

Harus mengimani sebuah kitab yang korup atau yang terhilang? Ini sesuatu yang serius, sebab setiap orang harus tahu mengapa Allah memerintah kaum muslim untuk percaya atas sebuah Kitab yang dikorup? Dan jikalau pengkritik tetap berdalih mengatakan bahwa Injil yang dimaksud telah hilang, maka ia tetap harus menjawab mengapa Allah yang Maha Tahu memerintahkan kaum Muslim untuk percaya atas sebuah KitabNya yang message-nya sudah hilang (atau segera akan hilang). Malahan memerintahkan Muhammad untuk menanyakan kepada orang-orang yang membacanya?!

*) Yaitu doktrin tentang keilahian Yesus dan penebusan Yesus lewat kematian dan kebangkitanNya, seperti yang diucapkan oleh Yesus sendiri, bukan buatan-buatan Paulus dan lain-lain:
Doktrin (A) bahwa Yesus itu Anak Tuhan, lihat Mrk 14:61,62
Doktrin (B) bahwa Yesus itu mati disalib, bangkit, untuk
pengampunan dosa manusia, lihat Mat26:27 dan Luk 24:46,47, dan lain-lain

Pemalsu doktrinal demikian (kalau ada) tentulah terlalu mendadak, terlalu fundamental, untuk kurun waktu yang terlalu singkat, disamping terlalu telanjang kadar pemalsuannya di muka ribuan saksi-saksi primer, yaitu dari doktrin (A) dan (B) mendadak menjadi non (A) dan non (B). dan hal demikian tentulah akan mengundang perbantahan dan keributan yang paling hebat diantara pengikut “Injil Hakiki” versus Injil Doktrinal. Dan orang-orang Yahudi yang memusuhi Nasrani pada waktu itu tentulah akan menelanjangi kepalsuan agama Nasrani habis-habisan! Dalam soal ini – tanpa usah menunggu pihak Islam – orang-orang Yahudi itulah yang akan pertama-tama menjadi saksi dan wasit yang final tentang Injil Hakiki, bila mereka bisa menunjukkannya. Nyatanya tidak ada satupun sumber di dunia ini yang menyatakan ada perang Injil lawan Injil yang mengakibatkan hilangnya “Injil Hakiki/Islami” tertelan oleh Injil Doktrinal seperti yang dituduhkan orang-orang Islam tertentu.

Justru sebaliknya yang terjadi, yaitu permusuhan dari kaum Yahudi terhadap Nasrani timbul karena ajaran-ajaran Injil Doktrinal itu telah dianggap menghujat Tuhan kaum Yahudi sejak Yesus mengatakan DiriNya Anak Tuhan:
“Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya (Yesus) bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Tuhan” (Yoh 5:18).

Para pengkritik yang telah termampet arah saluran kritikannya masih mencoba untuk mencurigai bahwa permusuhan yang terjadi bukan saja antara kaum Yahudi vs kaum Nasrani, melainkan terjadi pergolakan hebat di dalam tubuh kaum Nasrani sendiri. Dan itu yang dianggap “permusuhan” antara pengikut murid-murid Yesus (Petrus dan kawan-kawan) dan pengikut Paulus yang mengajarkan doktrin sesat.

Kita berprihatin bukan semata-mata karena kekeliruan yang dikatakan oleh para pengkritik, namun justru karena hal-hal yang tidak dikatakan mereka, alias disembunyikan setumpuk ayat-ayat Alkitab yang mengatakan tentang kesatuan ajaran dari semua Rasul dan pengikut-pengikut Yesus!

Beda Kaum, tidak beda Kitab
Sekalipun memang ada perselisihan sesaat (tentang adat istiadat Yahudi untuk non Yahudi) diantara para rasul dan murid-muridnya, namun siapakah diantara mereka yang mengingkari Injil Doktrinal (A) dan (B)? Berita Injil mereka tetaplah sama bahwa Yesus adalah Anak Tuhan dan Penebus umat manusia. Persis sama halnya bahwa kaum Sunni dan Shiah juga berselisih sesamanya, namun tetaplah semuanya mereka mempunyai satu Quran yang sama!

 Lihatlah betapa Paulus dan Jemaat Yerusalem (Petrus dan kawan-kawan) saling memberi salam dan bertukar pengalaman-pengalaman tentang hasil penginjilan (Kis 18:22, 21:17-20).
 Lihat juga betapa Petrus justru mendukung Paulus dengan penghapusan sunat dan adat istiadat Yahudi yang tidak hakiki untuk penyelamatan orang-orang non Yahudi, menghasilkan suatu persatuan dalam apa yang disebut “dogma Yerusalem” (Kis 15).
 Mereka semua “saling berjabat tangan sebagai tanda persekutuan” (Gal 2:7-9).
 Dan yang paling penting adalah pengakuan Petrus bahwa ajaran-ajaran Paulus adalah benar kanonik: “Semua surat Paulus ditulis menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya, dan bagi yang memutar balikkannya akan menjadi kebinasaan bagi mereka sendiri” (2 Petrus 3:15-16).

Ada lagi tuduhan plesetan bahwa Paulus bertentangan dengan Barnabas, padahal masalahnya tidak terletak pada ajaran-ajaran melainkan hanyalah mengenai ketidakcocokan tentang siapa-siapa yang dicalonkan untuk ikut dalam misi penginjilan (Kis 15:39) yang toh akhirnya semua kembali saling rukun lagi (Kol 4:10,11 dan 2 Tim 4:11).

Dimanapun dan kapanpun, Injil yang ada tidak pernah tercatat berkontra dengan Injil yang tiada, melainkan orang-orang tertentu sajalah yang mencoba mengontrakannya dengan kitab injil-injilan yang mereka sendiri justru tahu bahwa itu bukanlah “injil Islami” yang pantas untuk dipercaya.

2. Tidak Mungkin Sains Dan Sejarah Menemukan Injil “Hakiki” Yang Terhilang
Fakta-fakta perkembangan Kitab Injil secara historis juga memperlihatkan secara terang benderang bahwa Injil Hakiki tidak pernah dipalsukan siapapun, apalagi ditelan hilang dalam ketiadaan referensi. Kita balik melihat sejarah bahwa orang-orang Nasrani-awal adalah orang-orang Yahudi Kristen, yang selalu dimusuhi oleh kaum Yahudi. Dan dalam perkembangan selanjutnya mereka juga dimusuhi oleh Imperiun romawi yang dikala itu sedang menguasai seluruh Eropa Selatan dari Rhine dan Danube, sebagian terbesar Inggris, Mesir dan seluruh negara pantai Afrika Utara, hingga daerah-daerah utama dari Laut Tengah hingga Mesopotamia.

Pertanyaan yang sangat penting ialah: Kenapa kaum Yahudi selalu memusuhi orang-orang Nasrani Yahudi dan kenapa Kerajan Romawi juga menyusul memusuhi mereka? Kenapa mereka terus dikejar-kejar, dianiaya, dan dibunuh dengan sangat kejam dan terbuka, selama hampir 300 tahun lamanya sejak kaisar Nero hingga Constantin?! (sejak mana agama Kristen barulah dinyatakan sebagai “agama negara” dan bukan lagi musuh negara)

Apanya dari orang-orang Nasrani awal ini yang dimusuhi? Apakah lantaran mereka menyebarkan Taurat, agama Musa, atau “Taurat-Musa yang Islami?” Tentu bukan! Ternyata obyek permusuhan mereka tidak pernah berubah, yaitu terhadap ajaran dari pengikut-pengikut Kristus, dimulai dari Yesus sendiri yang dianggap tidak cocok dan berbahaya ajaranNya, baik bagi kaum Yahudi, maupun (menyusul nantinya) bagi Kerajaan Romawi. Dan apakah ajaran mereka sehingga begitu disengiti, ditakuti dan dianggap berbahaya?

Kalau ajaran Yesus dan rasul-rasulNya terbatas pada Taurat Musa, maka tentu kaum yahudi dan penguasa-penguasa Romawi tidak mungkin bergeram dan berdendam terhadap mereka-mereka ini, sampai-sampai perlu membantai semua ajaran plus orang-orangnya.!

Lihat bahwa Yesus sendiri disiksa dan disalib mati. Apa dosanya, apa paalnya? Lalu semua murid-muridNya dibunuh secara biadab. Apa lagi pasalnya? Konsistenkah jawabannya?

Lihat nasib murid-murid Yesus ini:
1. Petrus, mati disalib dengan kepala di bawah, di Roma.
2. Yakobus (anak Zebedeus), dibunuh dengan pedang di Yerusalem.
3. Andreas, mati disalib.
4. Matius dibunuh dengan pedang di Ethiopia.
5. Yakobus (anak Alfeus), mati disalib.
6. Tomas, mati ditusuk dengan tombak di Coromandel.
7. Filipus, mati digantung di Hieropolis.
8. Simon, mati disalib di Persia.
9. Bartolomeus, mati disalib.
10.Tadeus, dibunuh dengan panah.
Hanya Yohanes yang tidak terbunuh, namun dibuang ke Pulau Patmos.
Namun ditambah lagi dengan:
11.Stefanus, dibunuh dengan dirajam batu oleh kaum Yahudi (sebelum Paulus bertobat).
12.Barnabas, dirajam batu hingga mati oleh orang-orang Yahudi di Salamis.
13.Paulus, dieksekusi pancung leher oleh kaisar Nero di Roma.
14.Lukas, murid Paulus, penulis Injil, digantung di atas pohon Zaitun di Yunani.

Bukankah setidak-tidaknya ke-sepuluh murid-murid yang disebutkan pertama adalah orang-orang beriman menurut Quran, yang disebut “Al Hawariyun”? Jikalau mereka tyergolong Al Hawariyun tentulah yang diajarkan adalah “Alkitab ISlami” yang dipercaya oleh para pengkritik mirip-mirip dengan ajaran Taurat. Kalau begitu, kenapakah mereka dicari-cari, dikejarkejar, dan dibantai dimana-mana oleh sesama pengikut-pengikut Taurat (Yudaisme) maupun Romawi? Tidak ada jawaban yang layak.

Penguasa Romawi sendiri sangat memusuhi ajaranNya karena merasa bahwa Injil doktrinal ini sangat berbahaya bagi kerajaan justru karena sifatnya yang universal (bukan “local” seperti Yudaisme, sehingga tidak dianggap bersaing dengan “agama” Romawi) dimana pengikut-pengikut ajaran ini dimanapun mereka berada, berani mengutuk pemberhalaan Kaisar Roma, serta menolak upacara-upacara Romawi yang berbau keberhalaan.

Apapun penganiayaannya, namun Injil Doktrinal yang diajarkan oleh Yesus sendiri terus berkembang pesat dari 120 pengikut-pengikut setia (yang menyaksikan Yesus naik ke surga. Kis 1:12-16) hingga 3000 pengikut tambahan pada hari Pentakosta (Kis 2:38) terus menambah 5000 (Kis 4:4).

Dan sejak itu praktis anggota jemaat Tuhan berkembang dengan pengikut-pengikut baru setiap hari (Kis 16:5). Ketika Paulus melaporkan pertumbuhan jemaat dengan istilah beribu-ribu orang yahudi, dipercaya bahwa ia mengartikannya sebagai puluhan ribu orang. Secara geografis, Injil diberitakan bukan saja meliputi seluruh Palestina, namun menyebar kemana-mana hingga Syria, Phoenicia, Cyprus, Ethiopia, Yunani, Turki, Persia, Mesopotamia, Mesir, Arabia, Libya (Cyrene), Roma, dan lain-lain (antara lain akibat Kis 2:5-11, Kis 8, Kis 11:19-20).

Sejarah Romawi telah mencatat kehadiran kelompok Nasrani di Roma menjelang tahun 49 M. Kita tahu hal ini karena pada masa itu seorang sejarahwan Romawi (sekuler) bernama Suetonius, mencatat bahwa Kaisar Hanya satu jawaban yang pantas. Mereka dibunuh dengan kebencian yang hebat semata-mata karena mereka mengajarkan INJIL DOKTRINAL itulah, doktrin (A) bahwa Yesus itu Anak Tuhan, dan doktrin (B) bahwa Yesus disalib untuk penebusan dosa manusia dan bangkit pada hari ketiga. Dan ini dianggap kaum Yahudi sebagai penghujatan terhadap kesucian Tuhan, dan berdasarkan hukum Musa penajisan semacam ini harus diganjar dengan hukuman mati! Baca Kitab Imamat 24:16.

Claudius (naik tahta tahun 41 M) memusuhi orang-orang Yahudi maupun Nasrani sejak tahun 49 M. Ia menulis:
“Karena orang-orang Yahudi membuat kegaduhan yang terus menerus berpusat pada Chrestus, maka ia (Claudius) mengusir mereka keluar dari Roma. (Vita Claudii XXV.4, bandingkan kepersisan pencatatan sejarah ini dengan apa yang tertulis dalam Kis 18:1-2).

Chrestus disini adalah ejaan lain untuk Christus, Kristus, Sang Mesias. Dan orang-orang Yahudi yang membuat kegaduhan itu memang terusir di tahun 52 M. tetapi kenapa ada kegaduhan diantara orang Yahudi terhadap Nasrani? Tiada lain menyangkut sosok Mesias yang dianggap sebagai Anak Tuhan. Jadi kembali terbukti bahwa orang-orang Nasrani awal menganut ajaran doctrinal. Ketika kaisar Nero memerintah (54-68 M), maka terjadilah deklarasi perang terhadap orang-orang Kristen dan penindasanpun terjadi dimana-mana. Perkembangan yang paling buruk ketika Kristianitas dinyatakan sebagai agama yang melawan hukum dan tindak makar, suatu religio illicita!. (Baca perkembangan sejarah gereja abad 1 dan 2: F. Hrangkhuma, An Introduction to Church History, Bangalore, Theological Book trust, bab 1 dan 2).

Pada waktu-waktu itulah naskah-naskah Injil Perjanjian Baru mulai diterbitkan oleh para rasul atau murid-muridNya dengan menantang segala risiko dan penganiayaan. Dan Surat Korintus 1 dinyatakan secara pasti oleh semua para ahli kitab sebagai surat yang ditulis pada tahun 55 M oleh rasul Paulus kepada sidang jemaat di Korintus. Surat tersebut merupakan bagian dari Perjanjian Baru yang doctrinal yang pertama-tama ditulis dikala semua rasul sama-sama bermisi malang melintang dengan mempertaruhkan nyawanya.

Dulu pandangan-pandangan para pengkritik mengenai penanggalan kitab-kitab Perjanjian Baru didasarkan pada teori kritikus Jerman FC. Baur. Dikatakan bahwa Kitab-kitab tersebut baru ditulis pada penggal akhir abad kedua Masehi, dan itu hanyalah sebuah mitos masa yang panjang sebelum dibukukan. Namun penemuan-penemuan arkeologis di dalam abad ini terhadap naskah-naskah papyrus (antara lain penemuan manuskrip John Ryland tahun 130 M, dan Papirus Chester Beatty tahun 155 M, tulisan-tulisan surat dari Clement 96 M, Polycarpus tahun 107 M) telah memberi bukti atas dua hal: a) bahwa penanggalan kitab-kitab Perjanjian Baru telah terjadi jauh lebih awal lagi. Dan b). bahwa semua tulisan-tulisan tersebut memang kutipan atau bagian dari ajaran doktrinal.

Josh McDowell merangkumkan tabel penanggalan yang konservatif dari para arkeolog sebagai berikut:
Conservative Dating
Surat – surat Paulus 50 – 66 M Menurut Hiebert
Matius 70 – 80 M Menurut Harrison
Markus 50 – 60 M Menurut Harnak
58 – 65 M Menurut T.W. Manson
Lukas Awal 60 M Menurut Harrison
Yohanes 80 – 100 M Menurut Harrison

*) Josh Mc Dowell, Evidence That Demands A Verdict, Thomas Nelson Publishers, 1979, hal 62. Menurut Guthrie, Surat-surat Paulus tertulis tahun 49-64 sebab Paulus dibunuh tahun 64 M.

Namun akhirnya bahkan sarjana-sarjana liberal dan sangat kritis terpaksa mengakui bahwa penulisan untuk dokumen-dokumen Perjanjian Baru harus ditetapkan pada penanggalan yang jauh lebih awal. Salah seorang tokoh sarjana liberal ini, John A.T Robinson dalam bukunya Redacting The New Testament, menyimpulkan hasil risetnya yang cukup mengagetkan bahwa:
“Seluruh Perjanjian Baru telah selesai ditulis sebelum keruntuhan kota Yerusalem di tahun 70 Masehi”

Paling tidak, orang akan mengindahkan penemuan Dr. William Albrigh, salah seorang arkeolog Alkitab yang paling terkemuka yang pernah ada. Ia mencatat:
“Kini kita dapat mengatakan dengan manis bahwa tidak ada lagi landasan yang kuat bagi orang-orang lain untuk memperkirakan semua Kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis setelah tahun 80 M”.

Dan belakangan ia mengemukakan bahwa semua kitab-kitab Perjanjian Baru telah selesai ditulis sekitar selang tahun 50 hingga 75 M. Dikatakannya: “Kedekatan waktu penulisan ini (terhadap kepergian Yesus) adalah terlalu sempit untuk memungkinkan korupsi terhadap pusat ajaran, dan bahkan juga terhadap ucapan-ucapan Yesus yang spesifik.” (Josh McDowell, A Ready Defense, San Bornardino, Here’s Life Publishers, hal 79,80)

Dengan demikian, fakta-fakta perkembangan Kitab-kitab Perjanjian Baru secara historis hanya menguatkan 3 hal:
1. Kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis dikala murid-murid Yesus masih hidup
*), yaitu oleh para saksi mata langsung terhadap Yesus, atau setidaknya berhubungan langsung dengan saksi-saksi mata langsung tersebut.
*) Misalnya yang paling awal, Yakobus dibunuh tahun 62 M. Paulus tahun 64 M, Petrus tahun 65 M, dan yang paling akhir Yohanes diduga meninggal di tengah-tengah masa pemerintahan Kaisar trajan (98-117 M)

2. Kitab-kitab tersebut tak lain tak bukan hanyalah memuat Injil Doktrinal (tentang keilahian Yesus dan tentang karya penebusan dosaNya), dan adalah Injil Kristus satu-satunya yang ditulis dan “diinjilkan” oleh pengikut-pengikut Yesus ke seluruh daerah Romawi dan jajahannya.

3. Sekalipun orang-orang Yahudi selalu bermusuhan dengan Kristen, namun Kitab-kitab Musa/Taurat dari orang-orang Yahudi maupun Kitab Injil/Perjanjian Baru dari orang-orang Kristen, tidaklah diprotes timbal balik oleh pihak lawannya sebagai Kitab yang sudah diubah dan
direkayasa. Sampai kinipun orang-orang Yahudi tetap menghargai kemurnian penulisan Injil/Perjanjian Baru walau “memusuhi” isi dan pesan-pesan doktrinal yang dibawakannya.

Sejarah tak pernah mencatatnya
Dalam kondisi demikian, kapankah sains dan sejarah mencatat bahwa para rasul dan pengikut-pengikut Yesus itu pernah mengajarkan “Injil Hakiki yang Islami” yang non doktrinal? Lalu disapu bersih oleh “Injil kafir”?

3. Tidak Mungkin Berani, dan Mampu, dan Perlu-perlunya Untuk Memalsu
Dari berjalannya waktu, salinan Alkitabpun bertambah jumlahnya secara pesat menurut pesatnya pertambahan pengikut-pengikut Yesus serta luasnya wilayah penyebarannya ke segala penjuru. Penindasan dan pembunuhan yang dicanangkan oleh Romawi tidak mampu menciutkan pelebaran Kerajaan Tuhan. Pada akhirnya, bukan saja para agamawan yang menyebarkan Injil, namun juga para pedagang eceran, saudagar, para perantau dan pengembara, partisan (serdadu perlawanan pembebasan tanah air) bahkan para budak Kristenpun turut merupakan oknum-oknum pemberita dan penyaksi Injil. Dengan perlanjutan waktu, para saudagar dan kafilah turut merasa perlu melakukan perjalanan bisnis mereka dengan membawa serta Kitab-kitab Suci atau fragmen-fragmennya. Dan dengan demikianlah salinan Kitab-kitab Injil makin tersebar kemana-mana.

Para ahli tidak kekurangan bukti tentang keabsahan salinan Injil ini. Mereka berhasil menjejaki lebih dari 18.000 salinan naskah Perjanjian Baru dan fraghmen-fragmennya yang beredar dalam pelbagai terjemahan bahasa. Ditambah lagi dengan manuskrip bahsa Yunani sendiri ada sekitar 5.500 copy, Sejarah tak pernah mencatatnya Dalam kondisi demikian, kapankah sains dan sejarah mencatat bahwa para rasul dan pengikut-pengikut Yesus itu pernah mengajarkan “Injil Hakiki yang Islami” yang non doktrinal? Lalu disapu bersih oleh “Injil kafir”? yang berisi semua atau bagian-bagian dari Perjanjian Baru. Copy-copy ini berpenanggalan cukup tua, diantaranya yang paling tua adalah fragmen dari tahun 120 M. Sekalipun andaikata kita tidak memiliki 18.000 copy dari pelbagai versi, serta 5.500 manuskrip Yunani, namun toh kita tetap bisa mereproduksi Perjanjian Baru dari komposisi-komposisi yang sama.

Bagaimana? Josh Dowell menyatakan bahwa sejarah masih meninggalkan 86.000 kutipan terhadap bagian-bagian berbeda dari Perjanjian Baru yang dilakukan oleh bapak-bapak gereja awal. Cakupan yang begitu besar dan luas ini memungkinkan para ahli untuk merekomposisikan suatu kesaksian yang sama atas teks Perjanjian Baru. (lihat pelbagai karangan Josh Dowell, seperti Evidence That Demands A Verdict, Vol I, bab 4; A Ready Defence, bab 5; Answer To Tough Questions, hal 21-24). Dan kenyataan menunjukkan bahwa dari sekian ribu salinan dan terjemahan dan kutipan-kutipan tersebut tidak ada satupun yang Injil Non Doktrinal, apalagi yang “Islami”.

Too Much – Too Late
Dan setelah ribuan salinan naskah Alkitab itu beredar kemana-mana, sejak awal, dan kesemuanya berserasi dalam ajaran doktrinal, maka kita sampai kepada periode dimana tidak ada lagi yang bisa disembunyikan atau diputar balikkan. Too much – too late untuk diakal-akali si tangan jahil.

Namun satu hal yang jelas, sehubungan ajaran Kristen adalah haram dan musuh negara pada waktu itu, makas egala salinan ini tidak pernah dikaryakan dibawah komando negara atau dikenai penggunaan tanganh besi daripada penguasa untuk menghasilkan suatu kitab yang bersifat “kehendak penguasa”. Seperti diuraikan di atas, penyalin-penyalin Alkitab justru sebaliknya mempertaruhkan keselamatan dirinya terhadap penguasa negara dalam menyalin Kitab-kitab tersebut karena sewaktu-waktu bisa dinyatakan sebagai kriminal atau makar. Namun ancaman fisik ini (dan pembakaran semua Alkitab di zaman kaisar Diocletian) tidak menghalangi para penyalin untuk menyalin. Suatu bukti bahwa mereka-mereka ini lebih takut kepada Tuhan dan kebenaranNya ketimbang manusia.

Tuhan mengharamkan dan mengancam
Tuhan memberi peringatan keras dari waktu ke waktu untuk selalu memelihara Kitab Sucinya. Jangan pernah ada manusia yang berani melancangi pengubahan atau memutarbalikkan ayat-ayat Alkitab. Peringatan ini selalu menggetarkan manusia termasuk anda, saya, dan orang-orang yang menguduskan isi Alkitab. Tuhan memberi perigatan keras kepada Musa:
“Janganlah kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian kamu berpegang pada perintah Yahweh , Tuhanmu yang kusampaikan kepadamu”. (Ulangan 4:2. Bandingkan dengan QS 5:44)

Kemudian atas wahyu Tuhan, Raja Salomo pun bersaksi dalam Amsal 30:5-6
“Semua Firman Tuhan adalah murni … jangan menambahi FirmanNya supaya engkau tidak ditegurNya dan dianggap pendusta”

Bahkan wahyu Tuhan secara langsung kepada Yohanes telah mengancam para jahil dengan malapetaka-malapetaka yang besar:
"…Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini.
19 Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini." (Wahyu 22:18-19)

Dibawah ancaman ini, setiap orang yang beriman tentu tidak akan berani memalsukan naskah-naskah Alkitab yang dimilikinya. Apalagi bagi penyalin-penyalin naskah di zaman dahulu yang sesudah mendapati ancaman dan pengharaman dari Tuhan, juga menerimanya dari penguasa-penguasa Romawi! Penyalin-penyalin memang bisa menafsirkannya salah, tetapi tidak akan bisa membongkar pasang putar balik doktrin Alkitab dari A menjadi non A. Dan apa pula motivasi dan tujuan yang begitu besar sehingga orang-orang atau penyalin-penyalin itu harus mempertaruhkan kutukan Tuhan (dan kutukan penguasa) demi melancangi sebuah Alkitab yang diyakini kudus (yang pasti kudus dan sarat dengan moral karena berasal dari Tuhan sendiri).

Bahwa Alkitab lewat salinan tulisan tangan bisa terdapat kekeliruan kecil yang tidak disengaja memang mungkin terjadi, misalnya terjadi variasi tentang ejaan, bilangan dan mungkin loncatan kata atau kekeliruan urutannya atau kekeliruan terhadap catatan pinggir. Namun para penyalin ini tentu tidak mungkin berani dan tidak merasa perlu untuk merusak kebenaran essensial dan doktrinal dari Alkitab yang mereka sendiri anggap sebagai sakral. Tahukah para pengkritik bahwa orang-orang Yahudi terkenal sangat cermat dalam penyalinan naskah-naskah, apalagi naskah kitab-kitab Suci yang demikian dihormati mereka turun temurun?

“Sudah merupakan suatu naluri dalam diri setiap orang Yahudi sejak lahirnya untuk meyakini kitab-kitab itu sebagai Firman Tuhan. Harus dihormati dan dipatuhi, dan jika perlu rela mati demi kitab-kitab tersebut. Meski sudah berabad-abad lewat, namun tak bakalan ada seorang Yahudipun yang berani untuk menambah, menghilangkan atau mengubah satu suku kata saja. Bahkan mengucapkan satu kata yang menentang Kitab Taurat dan Kitab-kitab Suci lainnya tidaklah berani mereka lakukan” (Josephus Complete Works, translated by William Whiston). (Bandingkan dengan QS.5:44)

Tidak didikte oleh otoritas penguasa
Pemimpin-pemimpin gereja awal justru tidak mempunyai kekuasaan politis sebelum Constantine I yang pro-Kristen menjadi kaisar di tahun 324 Masehi (bahkan beberapa tahun sesudahnyapun), sehingga pemaksaan tangan besi dari gereja untuk suatu perekayasaan Alkitab hakiki tidaklah mungkin terjadi.

Andaikata para pemimpin gereja bermental korup, ataupun memegang kekuasaan super otoriter, kita mungkin bisa percaya bahwa mereka akan pertama-tama memerintahkan penggabungan keempat Injil menjadi SATU yang komprehensif sambil membuang ayat-ayat yang sulit untuk digabungkan, lalu akan membakar habis keempat Injil mula-mula demi menghapuskan jejak pemalsuan, sehingga Injil Baru yang dihasilkan tampaknya akan tampil kompak tanpa “kontradiksi”. Yang terjadi pada masa itu, khususnya dibawah Kaisar Diocletian (tahun 303 M) memang memerintahkan pembakaran habis-habisan semua Alkitab, namun itu semuanya dilakukan oleh orang-orang kafir dan kerajaan kafir, bukan oleh kalangan gereja! Malahan pemimpin-pemimpin gereja percaya diri, terbukti mereka tidak berusaha untuk menghilangkan atau menyamaratakan berbagai “perbedaan” yang terdapat di dalam Alkitab.

Andaikata ketika itu terdapat banyak jenis Injil yang berbeda-beda pahamnya, dan pemerintah Romawi terlibat langsung dalam pengamanan Injil dengan dukungan kuasa mutlak negara, maka pastilah akan tampil satu versi Injil yang dianggap benar menurut paham penguasa yang cenderung korup dikala itu.

Namun syukurlah bahwa Injil tidak dihasilkan dari tangan-tangan diktator; melainkan hasil pengamanan Injil yang lolos dari kejaran dan pemusnahan dari pihak penguasa-penguasa (Roma dan Yahudi). Dengan demikian kebenaran dan kemurnian Injil teruji oleh fakta-fakta sejarah, karena sejarah tidak pernah mencatat tampilnya “Injil Penguasa” yang menandingi Injil Doktrinal yang ingin dimusnahkan itu. Hal ini jelas mengacu kepada satu kesimpulan bahwa: “Perbedaan-perbedaan” yang tetap dibiarkan dalam naskah ALKITAB itu pada akhirnya meneguhkan suatu KEJUJURAN PENYALINAN naskah, bukannya suatu korupsi naskah.

Jikalau “keempat Injil” itu misalnya memberitakan cerita yang persis sama, dengan urutan-urutan dan pernik-pernik yang sama, maka hal tersebut akan segera mencetuskan kecurigaan yang sah. Sama halnya bilamana anda mengirim 4 orang wartawan reporter untuk mencatat suatu event gempa bumi secara terpisah misalnya, dan tahu-tahu ke 4 reporter tersebut pulang dengan laporan yang persis sama dalam rangkaian ceritanya, bagian demi bagian, malahan memakai kalimat-kalimat dan istilah-istilah yang sama. Maka bukankah anda layak untuk menuduh mereka berempat telah bersekongkol dan bersepakat dalam melakukan penyontekan?

Fakta yang benar adalah hanya ada satu Injil, namun ditulis oleh 4 penulis yang berbeda. “Injil yang satu”, bukanlah copy atau hasil cocok-cocokan dari “Injil yang lain”. Keempat Injil tersebut adalah saling melengkapi. Tuhan telah memberi inspirasi wahyu bagi 4 penulis yang berbeda untuk menulis KESATUAN INJIL dari 4 sudut penyaksian yang berbeda: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

Itulah sebabnya pada Injil yang satu penulisnya bisa berfokus kepada features (inti) cerita sambil “melalaikan” latar belakang yang sering disingkat, ditiadakan bahkan diloncati, sementara pada Injil yang lain, sang penulisnya bisa tergerak untuk merangkum cakupan-cakupan yang lain.

Contoh yang khas misalnya pada peristiwa kebangkitan Yesus. Di sini semua penulis secara sama telah menceritakan hal inti yang tidak tersangkal, yaitu bahwa kubur telah kosong dan Yesus telah bangkit. Namun karena metode penggambarannya ibarat pengambilan foto sesaat (snapshot) dari berbagai sudut yang berbeda-beda oleh setiap penulis, maka foto akan menghasilkan fakta-fakta “sampingan” yang tampaknya “berbeda”, dan ini justru harus diartikan sebagai peneguhan akan keaslian dan kejujuran foto tersebut dan bukannya pemalsuan karena diatur-atur dengan sinkronisasi teknik foto seperti yang biasanya dilakukan oleh “pemotret-pemotret rekayasa”.

Jadi, seperti kenyataannya sekarang ini, tatkala bagian-bagian yang inti telah tercakup sama oleh setiap penulis Injil, maka perbedaan-perbedaan peripheral/marginal (pinggiran) yang tampak haruslah diartikan bahwa mereka tidak berkomplot. Hal-hal tersebut hanyalah akan menambahkan dan bukannya mengurangi keaslian dan kejujuran penulisannya !

Kita tahu bahwa orang-orang Yahudi sangat fanatic memuliakan Kitab-kitab Suci mereka. Kita juga tahu bahwa orang-orang Nasrani awal sedia mengorbankan hidupnya demi mempertahankan kepercayaannya, artinya juga mempertahankan kebenaran Kitab-kitab Sucinya. Justru yang kita tidak tahu adalah apa yang dituduhkan oleh para pengkritik, yaitu siapakah, kapankah, dimanakah dan bagaimanakah pemalsuan Alkitab itu terjadi? (“void of someone – sometime – somewhere – somehow”)

Ternyata tidak ada satupun pengkritik yang mampu membuktikan secara legal, sains, maupun arkeologi bahwa Alkitab “Hakiki” itu pernah ada secara historis, lalu pernah hilang, dan seterusnya hilang.

Prejudices manusia sering membutakan diri sendiri untuk melihat kewajaran dan kebenaran yang paling elementer sekalipun. Sebab untuk mengubah ribuan ayat-ayat Alkitab secara selaras dan sistematis diperlukan orang-orang super melebihi yang membuat aslinya. Yang paling sulit untuk diselaraskan adalah bagaimanakah nubuat-nubuat para nabi dulu-dulu itu harus diubah lagi karena semuanya ternyata tergenapi dalam diri Yesus. Nubuat-nubuat tersebut sudah tertulis berabad-abad sebelum Yesus lahir ke dunia. Bagaimanakah kita yang memuliakan kejujuran moral dapat menutup mata atas nubuat para nabi?

Dan akhirnya sekalipun katakanlah ada orang-orang yang sanggup dan mau mengubahnya, tetaplah mereka tidak akan sanggup menghilangkan teks sejati dari Alkitab, karena firman Tuhan ditakdirkan untuk hadir secara kekal (Markus 16:8, Wahyu 14:6, bandingkan dengan QS Yunus 64 dan QS An Nisa 47).

Kenapa hadir secara kekal? Karena Firman adalah sesuatu yang terukir kekal di surga. “Untuk selama-lamanya, ya Tuhan firmanMu tetap teguh di surga” (Mzm 119:89). Bandingkan dengan QS 85:22 dan 43:4 bahwa Al Quran tersimpan dalam induk Alkitab (Lauhul Mahfuzh di sisi Tuhan).

Void of “Someone – Sometime – Somewhere – Somehow”
Itu sebabnya tuduhan pengkritik berakhir dengan suatu karya fiksi dimana pelaku pemalsunya, someonenya tidak berwujud orang. Dan sometimenya tidak bertanggal atau bermusim*), somewherenya entah di Yerusalem, Yunani, Roma, Tanah Arab atau negeri Antah Berantah (ever-ever land)? Dan somehownya entah sulap atau sihir!
*) kapankah kasus pemalsuan tersebut dapat dituduhkan kepada Alkitab?
Sebelum atau sesudah Islam berkembang? Jika dijawab sebelum Islam muncul, maka kenapa Quran menyaksikan dan menyuruh mengimani kebenaran Alkitab? Dan jika dijawab sesudahnya, maka si penuduh akan dipermalukan oleh fakta-fakta bahwa naskah-naskah Alkitab yang final toh telah tersimpan dalam gereja dan museum-museum mendahului datangnya Islam tiga-empat abad sebelumnya. Dan isi naskah-naskah tersebut tidak berubah satu katapun dengan isi Alkitab yang kita pegang dewasa ini?

Lebih dari itu semua, bagaimanakah Firman Tuhan yang Maha Ada mampu dihilangkan manusia najis, sedang setanpun tak mampu melakukannya? Jikalau selama berabad-abad ini tidak ada satu orangpun yang mampu tampil membawa bukti dan saksi-saksi atas sebuah kasus tuduhan berat ini, maka atas dasar apakah orang bijak bisa mempercayainya?

4. Tidak Mungkin “Injil Barnabas” Itu Injil
Setelah mengkritik dan menuduh kosong kian kemari, serta tetap ngotot berasumsi bahwa sebuah Alkitab yang asli telah “sengaja disingkirkan” kaum Kristen yang jahil, lalu Kitab alternatif apakah yang sanggup disodorkan oleh para pengkritik secara historis? Tiada lebih dari sebuah Injil-injilan semisal Injil Barnabas! Isinya? Injil Barnabas yang dijago-jagoi itu ternyata bukan saja berkontradiksi dengan Alkitab tetapi juga sekaligus dengan Quran dan Hadis! Itu sebabnya Dr. Robert Morey mengatakan “Injil” yang satu ini sebagai pedang bermata tiga.

Tidak ada Kitab lain yang bisa dikhayal-khayalkan oleh manusia yang bisa melenyapkan kewibawaan Alkitab Tuhan yang justru disuruh oleh Muhammad untuk diimani oleh orang-orang beriman. Kitab khayalan seperti “Injil Barnabas” (naskah primernya dalam bahasa Itali diperkirakan dari awal abad 15 atau 16) *) misalnya hendak dikesankan seolah-olah ditulis oleh Barnabas, rasul Yesus, dan ditulis di abad pertama. Padahal pengritik-pengritik ini telah salah mencampur adukkan “Injil Barnabas” (Gospel of Barnabas) dengan kitab “Rasul Barnabas (semu)” (Epistle of Pseudo Barnabas) yang dianggap apokrip, dengan penanggalan abad pertama (tahun 70-79 M).

“Injil” ini menyatakan bahwa Tuhan memilih manusia sebagai anak, suatu yang ditolak Quran (QS 39:4). Juga menolak orang yang beristri lebih dari satu, malahan menghalalkan makanan yang diharamkan Islam. Dalam Perjanjian Baru, Barnabas adalah temannya Paulus. Mereka memberitakan Injil-Salib yang sama kemana-mana, di abad awal. Namun dalam Injil Barnabas, di abad ke 16, Barnabas tiba-tiba muncul sebagai musuh besar Paulus. Injil ini fatal ketika ternyata buta ilmu bumi, sejarah, adat istiadat dan sosial setempat. Antara lain dikatakan bahwa Yesus dilahirkan ketila Pilatus adalah gubernur negeri Yudea (padahal Pilatus baru menjabatnya sejak tahun 26 M hingga 36 M). kota Nazaret diterangkan sebagai kota pelabuhan sehingga ada pasal yang menyebutkan bahwa Yesus berlayar ke Nazaret Dengan demikian tidak ada seorangpun yang dapat mengagung-agungkan kehebatan Tuhan yang berhasil menjaga salah satu KitabNya secara sempurna selama berabad-abad, namun pada waktu yang lain gagal total menjaga Kitab-kitabNya yang lainnya, juga selama berabad-abad!

*) Injil Barnabas ini tidak mempunyai teks tradisi apapun (seperti layaknya pada Injil-injil kanonik), bahkan juga tidak pernah dipetik atau dikaitkan dalam referensi tulisan-tulisan dari penulis-penulis Islam manapun di abad-abad sebelumnya, ketika mana Islam dan Kristen justru terlibat dalam perdebatan sengit.

(padahal Nazaret bukan kota pesisir, melainkan kota di atas perbukitan Galilea). Total-total tercatat tidak kurang dari 30 kesalahan-kesalahan konyol. Jadi tuduhan bahwa Alkitab (atau Kitab apapun) adalah korup, itu adalah ucapan paling gampang. Setiap orang bisa melakukannya. Tetapi untuk mempertanggung jawabkannya dengan pembuktian sejati dan sejujurnya, itu adalah hal yang berbeda.

5. Tidak Mungkin Isa Dikalahkan Paulus
Bagaimanapun Alkitab dipersengketakan dan dicurigai orang, namun oleh Quran, ia dijunjung sebagai wahyu yang kudus dan tak ternilai, dalam lauhul mahfuz di sisi Tuhan, yang diakui selalu eksis, kalimat-kalimat Tuhan yang tidak terhilangkan dan benar hakiki. Namun para pengkritik melempar tuduhan bahwa “Teks Injil Hakiki telah diubah, teks aslinya telah hilang”.

Tetapi apakah pengkritik sudah membuktikan apa yang dituduhkannya berdasarkan Alkitab? Atau berdasarkan Quran? Lihat apa yang dikatakan dalam Surat Al Maedah 5:43, 44, Al Baqarah 2:136, dan Yunus 10:84.
 “Dan bagaimanakah mereka dapat menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim mereka, padahal di sisi mereka ada Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu. Dan mereka itu bukanlah orang-orang mukmin”.
 “Sesungguhnya Kami telah menurunkan taurat, di dalamnya berisi petunjuk dan cahaya, yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya … “
 “Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, dan apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka, dan kami hanya berserah diri kepadaNya”

Standar Ganda
Setiap pengkritik yang menjago-jagokan Injil Barnabas untuk mendiskreditkan Injil yang ada, sudahlah ia berlaku tidak jujur, karena kitab yang dijagokan tersebut tidak diimani sendiri oleh sang pengkritik sebagai kitab Islami.
 “Maka jika engkau (Muhammad) dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum engkau …”
Apa yang bisa kita lihat dari ayat-ayat ini?
Bukankah dapat dilihat dengan jelas bahwa: A. Taurat dan Alkitab itu ADA DI SISI MEREKA, menjadi patokan perkara-perkara yang hendak diputuskan, atau acuan bila terjadi keragu-raguan tentang pewahyuan. Jadi tidak ada yang hilang atau habis kebenarannya (yang asli) seperti yang dituduhkan oleh dr. Ali Al-Khuli. Masih banyak ayat-ayat yang menyetakan kehadiran fisik Alkitab di zaman Muhammad, misalnya QS 2:41, 89, 101, 3:93, 4:136, 5:43, 44, 47, 68, 7:157, dan lain-lain.

B. Alkitab dijadikan rujukan bagi Muhammad dan siapa saja ketika ada keraguan tentang wahyu Tuhan. Jadi seharusnya ia eksis serta tidak ada keraguan seperti yang dicurigakan Dr. Ali Al-Khuli. Namun seperti yang diperlihatkan di depan, orang-orang Kristen justru percaya bahwa Alkitab memang berbeda secara asali dengan Kitab Suci lain manapun!

C. Mereka yang bahkan tidak berimanpun cuma berpaling dari Alkitab tetapi tidaklah mengubah teks Alkitabnya sendiri, dan tentu bagi para orang-orang Nasrani yang beriman akan terlebih-lebih tidak bakalan mengubah Alkitabnya! Apalagi mereka yang beriman ini telah diperintahkan untuk memelihara Kitab-kitab Allah dan menjadi saksi terhadapnya. Walau mereka berpaling dan tidak beriman yang memutar-mutar lidahnya ketika membaca Alkitab (artinya yang mempleset-plesetkan dan menyelewengkan kata-kata secara salah), namun tidak pernah dikatakan bahwa teks aslinya dihilangkan/dimusnahkan dari Alkitab: “Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Alkitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Alkitab, apdahal ia bukan dari Alkitab …” (QS Ali Imran 3:78).

Dalam posisi yang tidak menguntungkan pengkritik, akhirnya secara jalan pintas semua kesalahan dilemparkannya kepada Paulus yang dituduh telah menyelewengkan ajaran Injil-Islami menjadi Paulinisme: “Hampir semua penyelewengan yang terdapat sekarang dalam agama Nasrani bersumber pada ajaran paulus” (IGMB hal. 71). Namun pengkritik lupa bahwa Quran tidak pernah menyebut, apalagi mengakui kebesaran nama Paulus, tetapi telah menyebut nama atau sosok Isa sebanyak 95 kali dan mengakuinya sebagai sosok paling terkemuka sampai akhiratpun. Maka apakah ada diantara orang-orang Muslim yang betul-betul percaya bahwa seorang paulus sanggup mengalahkan Isa Almasih… dalam kuasa, kemuliaan, contoh, moral, mujizat, ajaran, dan dalam perolehan pengikut-pengikut yang berkualitas, sekali mereka berdua bersaing atas pokok-pokok ajaran yang bertentangan? Surat Ali Imran 45 jelas menolak gagasan superioritas orang lain terhadap Isa, di dunia dan di akhirat. Dan Surat Ash Shaff 61:14 terangterangan menerangkan kemenangan bagi para pengikut Isa:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir, maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”.

Bukankah tuduhan pengkritik harus dipersoalkan kembali secara serius? Surat Ash Shaff 14 bisa menjadi pendakwa bagi pengkritik yang sembrono menuduh. Sejarah telah membuktikan bahwa Kerajaan romawi ternyata tidak berdaya terhadap penyebaran agama Kristen yang tadinya dilarangnya. Orang-orang nasrani yang merupakan perluasan “jemaat Yerusalem”, ialah orang-orang beriman yang dinyatakan sebagai pemenang dalam Ash Shaff 14. Mereka tidak pernah hilang tertelan oleh pengikut-pengikut Paulus seperti yang dituduhkan pengkritik sebagai berikut:
“Adapun pengikut nabi Isa yang tetap setia pada syariat Taurat ialah golongan “jemaat yerusalem” (maksudnya pengikut Petrus cs) … Jemaat Yerusalem ini menjadi terasing dari jemaat-jemaat Nasrani lainnya (maksudnya pengikut-pengikut Paulus) yang semuanya terdiri berasal dari orang-orang kafir (luar Yahudi). Mereka masih terdengar beritanya hingga kira-kira akhir abad ke 6 Masehi, kemudian tidak terdengar lagi kabarnya” (IQMB hal.87).

Dimenangkan oleh siapa?
Sekarang, bilamana orang-orang beriman itu dimenangkan oleh Tuhan terhadap musuh-musuh mereka, maka kenapakah “Injil Palsu” Paulus dan “pengikut-pengikut” Paulus yang dimenangkan oleh pengkritik terhadap Injil Isa dan ajaran-ajaran Isa?
Bandingkan dengan Injil Doktrinal yang ditulis pada abad ke satu, yang diuber-uber untuk dibakar, dan dinyatakan sebagai barang terlarangpun masih survive, dan berhasil dihimpun. Bahkan manuskrip di awal abad ke 4 yang memuat hampir semua materi Alkitab (Taurat – Perjanjian Lama, maupun Injil – Perjanjian Baru) toh bisa ditemukan terpelihara dalam Codex Vaticanus (tahun 325-350 M). begitu pula dengan Codex Sinaiticus (tahun 350 M) yang memuat hamper semua Perjanjian Baru plus lebih dari separuh Perjanjian Lama. Jadi bagaimana nasib Injil Hakiki di abad ke 6? Dimanakah catatan dan kebedaraannya?

Orang-orang beriman yang dijadikan pemenang oleh Allah seperti yang tercantum dalam Surat Ash Shaff 14 di atas tentulah termasuk murid-murid Isa Almasih seperti Petyrus dkk. Dan ini cocok dengan pernyataan Yesus kepadanya:

“Aku berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus (yang artinya batu karang) dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:16,18)

Kemenangan diberikan Yesus kepada Petrus dan jemaat-jemaatnya terhadap kerajaan-kerajaan Antikris manapun. Itulah jemaat semua para rasul, kelak termasuk Paulus, dimana Alam maut tidak akan menguasai dan menelannya! Dan apakah yang diajarkan oleh Petrus dkk? Petrus berkhotbah demikian di Serambi Salomo:
“Demikianlah Ia (Yesus), Pemimpin kepada hidup, telah kamu bunuh, tetapi Tuhan telah membangkitkan Dia dari antara orang mati; dan tentang hal itu kami adalah saksi” (Kis 3:15)

Dan Paulus mengatakan:
“Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci; … Ia telah dibangkitkan pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci. … Ia telah menampakkan diri … kepada ke 12 muridNya, … (dan) kepadalebih dari 500 saudara (saksi-saksi sekaligus, kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang” (1 Kor 15:3-6)
Maka kembali terbukti Petrus dan Paulus bukan saja mengajarkan Injil Doktrinal, melainkan merekapun menjadi saksi atau menunjukkan saksinya atas Injil Kebangkitan!

Bumerang atas kesembronoan
Pernyataan penting ini sayang tidak menyebutkan nara sumber otentiknya serta menjelaskan kesejarahannya. Namun sepotong keterangan ini telah menempatkan pengkritik dalam posisi yang sangat riskan, bahkan fatal, karena bukan saja tidak terserasikan dengan ayat Ash Shaff 14, melainkan juga mendatangkan efek boomerang bahwa bilamana “Jemaat Yerusalem” tersebut bertahan hingga akhir abad ke 6 M, maka seharusnya Injil Hakiki yang dibawakan oleh mereka di abad ke 6 itu akan dapat diketahui, terjejaki oleh sains atau arkeologi, dan dipunyai oleh sejarah! (ketimbang Injil Doktrinal).

6. Tidak Mungkin Tidak Ditindaki Muhammad Untuk Pengamanan Injil
Kita tahu bahwa tidak ada nabi manapun yang berani membatalkan Alkitab. Begitu ia membatalkan Alkitab, begitu symbol-simbol kenabiannya akan tercopot karena “tidak seorangpun yang dapat menukar kalimat-kalimat Allah” (QS Al Anam 6:34), dan “tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah” (lihat QS Yunus 64). Karena Firman begitu berdaulat, maka manusia tidak bisa mengklaim sekenanya bahwa Alkitab itu korup atau palsu jikalau ia tidak mematahkan kedaulatan Firman tersebut dengan menunjukkan mana Alkitab yang tidak korup.

Banyak teman-teman muslim kurang menyadari bahwa Alkitab (Hakiki) tidak “hilang secara fisik” di masa Muhammad, melainkan benar-benar ada dan beredar di tengah-tengah masyarakat, sehingga Muhammad sempat menantang orang-orang Yahudi untuk membacakan Kitab taurat itu dimuka para saksi mata. Lihat salah satu ayat ini:
“ … Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang benar” (QS 3:93)

Lihat juga QS 2:41, 89, 91, 5:43,44,47, dan lain-lain. Semuanya membenarkan kehadiran fisik dari Alkitab di masa Muhammad. Dalam keadaan demikian, maka nabi manapun tidaklah akan otomatis membenarkan sebuah Alkitab tanpa memilah-milah, ketika disinyalir ada beredar pula kitab-kitab yang palsu diantaranya. Bahkan tidak akan cukup bagi seorang nabi untuk sekedar memperingati kepada pengikut-pengikutnya akan kehadiran fisik sebuah Alkitab palsu (yang akan segera menghilangkan Alkitab Hakiki) tanpa memerintahkan orang-orang beriman untuk bertindak mengamankan Alkitab Hakiki tersebut secara fisik pula!

Nabi manapun tidak akan sekedar berseru namun akan bertindak membela dan mengamankan Alkitab mati-matian, jikalau saja diketahuinya Kitab Tuhan telah dipalsukan dan aslinya terancam hilang jejaknya.

Iskandar Jadeed menulis dalam bukunya: ”The Infallibility of the Torah and the Gospel” bahwa sejak kekristenan lahir, semua Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah berada di tangan pihak-pihak Yahudi maupun Kristen. Orang-orang Yahudi bermusuhan hebat dengan orang-orang Kristen, sehingga kalau ada gejala bahwa salah satu pihak melakukan perubahan-perubahan pada Kitab Sucinya, tentu hal tersebut akan menjadi alasan tak terelakkan bagi yang satu untuk menyerang yang lain. Namun sarjana-sarjana telah meneliti secara cermat dengan membandingkan semua salinan Alkitab yang ada pada kedua belah pihak yang bermusuhan ini, dan mendapati bahwa salinan-salinan mereka saling cocok satu dengan yang lain. Kesemuanya tidak ada yang berisikan nubuat-nubuat dan fakta-fakta tentang Muhammad.

Jikalau Muhammad dan kaum Muslim awal ada berkeyakinan bahwa Taurat dan Injil yang sedang beredar itu sedang terancam oleh pemalsuan (dan pelenyapannya) yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan nasrani maka orang-orang Muslimlah yang seharusnya merasa bertanggung jawab untuk segera mengamankan satu atau beberapa salinan Taurat dan Injil yang ”Islami” itu. Kenapa? Karena orang-orang Muslim itulah yang paling berkepentingan untuk membuktikan (dan bukan menuduh orang lain menghilangkan) kebenaran Islam yang mengatakan bahwa nama ”Ahmad” (Muhammad) ada terdapat dalam Kitab Taurat dan Injil:

o ”Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ”Ini adalah sihir yang nyata” (QS 61:6)

o ”... Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka,...” (QS 7:157a) Jikalau nama ”Ahmad” (Muhammad) ada tertulis dalam Kitab taurat dan Injil sebagai nabi yang akan diutus Allah setelah Isa, maka tidak ada hal yang lebih penting lagi bagi Islam untuk meyakinkan dunia (sekaligus mengungguli yahudi dan Nasrani) selain daripada mengamankan Taurat/Injil Islam ini sebagai bukti Ilahi atas kenabian Muhammad.

Namun tindak pengamanan ini tidak tampak ditunjukkan oleh Muhammad maupun pengikut-pengikutnya, melainkan cukup mengklaim berulang-ulang membenarkan taurat dan Injil saja. Dan kini para pengkritik bahkan tidak merasa menyesal atas kelalaian mereka dalam mengimani
Taurat/Injil Islami, melainkan malahan menuduh pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab atas ”menghilangnya” kitab-kitab tersebut.

Suatu bentuk ”cuci tangan” yang tidak bisa dibela lebih lanjut!
Yesus yang begitu terkenal dengan kasih sayangnya yang lembut bahkan tidak tinggal bicara saja, namun juga bertindak dan keras menghadapi ulah para pedagang yang ”hanya” mengotorkan Bait Tuhan sebagai ajang jual beli (ketimbang memalsukan Firman Tuhan yang jauh lebih menghujat). Mereka diusir dan meja-meja dagangannya dibalikkan demi memurnikan dan mengkuduskan kembali Bait Tuhan tersebut (Mat. 11:15,16). Mendatangkan pertanyaan sekarang kenapa tindakan-tindakan drastis ini justru tidak tampak dilakukan oleh Muhammad untuk membela kesucian dan kemurnian Taurat/Injil, sekaligus membuktikan kenabian Muhammad benar dinubuatkan dalam Taurat dan Injil. Malahan beliau tidak pula menunjuk hidung dan mengutuk Paulus si pemalsu Injil seperti yang diidentifikasi oleh para pengkritik?

Dalam keadaan demikian, apakah para pengkritik lalu akan menafsirkan Muhammad sebagai diskriminatif? Tentu tidak bukan? Melainkan kita mungkin harus memberi tafsir yang berbeda sekali dengan apa yang dicetuskan pengkritik, yaitu KEHADIRAN KITAB INJIL (Hakiki) memang tidak pernah terpalsu hilang. Dan karenanya tidak pernah hal ini diwahyukan Allah kepada Muhammad. Malahan Quran menegaskan bahwa sebagian para ahli Kitab tidak menukarkan ayat-ayat Allah yang dipunyai mereka (lihat QS 3:199), yang mana berarti terpeliharalah Alkitab mereka yang hakiki itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar